Selasa, 19 Januari 2016

Jangan Panggil Kami Bos

Jika Anda hidup di Jakarta, terlepas dari apapun kedudukan dan posisi sosialnya, Anda pasti akan sering dipanggi ‘Bosss’. Bukan oleh bawahan Anda, melainkan oleh rekan Anda, oleh orang yang baru Anda kenal, atau bahkan oleh atasan Anda. Yang paling sering, jika Anda naik ojek, Anda pasti akan dipanggil Bosss oleh si tukang ojek. Di Jakarta, panggilan Bosss memang sudah sangat lumrah di mana saja. 

Lalu apa sih sebenarnya makna dari panggilan Bosss tersebut? Tentu ketika seseorang memanggil lawan bicaranya dengan awalan Boss, dalam hatinya tidak benar-benar memanggil Boss. Panggilan itu hanya dimulut saja. Maksudnya agar lebih nyaman dalam memanggil. Dari pada memanggil langsung dengan sebutan nama langsung, dalam budaya kita terasa kurang sopan. Sementara memanggil dengan sebutan Abang, Mas, Akang dan sebagainya sering kali dianggap terlalu stereotyping dengan etnis tertentu. Maka memanggil dengan sebutan Boss terasa lebih nyaman dan netral, minimal bagi pemanggilnya. 

Lalu bagaimana dengan orang yang dipanggil? Bagi orang yang sudah terbiasa dengan interaksi di Jakarta, tentu sudah merasakan panggilan itu biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa dengan panggilan tersebut. Di kesempatan lain, dia juga akan panggil balik orang yang memanggil dengan sebutan Boss tersebut dengan panggilan Boss pula. Akan tetapi bagi orang yang baru saja datang ke Jakarta, pasti dia akan kaget dan keki dengan panggilan tersebut. “Kami kan bukan Boss, kenapa kami dipanggil Boss?” 

Kami sendiri, yang sudah bertahun-tahun tinggal di Jakarta masih merasa risih dengan panggilan tersebut. Selalu saja ada perasaan aneh ketika lawan bicara kami memanggil kami dengan Boss. “Bosss...gimana kabarmu?” “Boss dapat salam dari Anu.” Boss...Bosss...Bosssss. Bass-Boss, Bass-Boss, emangnya kami ini Boss-mu? (dalam hati kami, yang sebenarnya selalu menolak). Yang jelas kami tidak pernah nyaman ketika dipanggil Boss. 

Sebenarnya cara panggil-memanggilan dengan sebutan Boss ini belum lama terjadi di Jakarta. Seingat-ku baru sekitar sejak 7 tahunan yang lalu-lah. Awal-awalnya kami sering mendapatkan panggilan itu dari tukang ojek dimana kami sering memakai jasanya untuk mengantar ke stasiun, lama-lama cara panggilan tersebut menjadi umum di mana-mana. Bahkan waktu saya jadi ketua suatu organisasi kepemudaan dulu, di sekretariat kami-pun banyak diantara kawan-kawan yang saling memanggil dengan Boss. 

Entah awalnya cara panggilan tersebut dimulai dari komunitas tukang ojek atau bukan, perlu penelitian antropologis untuk menjawab pertanyaan ini hee. Yang jelas, cara memanggil kawan dengan sebutan Boss tersebut kini sudah menjadi umum di Jakarta. Semoga ketika orang memanggil Boss, bukan karena bermaksud oportunis. Semoga pula munculnya istilah panggilan Boss ini bukan merupakan ekspresi dari tradisi jilat-menjilat dalam masyarakat kita. 

Nah, Jika Anda dipanggil Boss, yakinlah yang memanggil pasti tidak secara hati menganggap Anda sebagai Bossnya, dan Anda juga tidak perlu ge-er dipanggil Boss. Kami sendiri tidak suka dipanggil Boss, karena kami lebih suka sesuatu yang egaliter. Bagaimana dengan Anda? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar