Selasa, 11 September 2001

Sesungguhnya seutama-utama amal sesudah shalat adalah jihad di jalan Allah ta'ala

Sesungguhnya seutama-utama amal sesudah shalat adalah jihad di jalan Allah ta'ala.” (HR. Ahmad, Jilid 2 hal. 32 no. 4873)

Sesungguhnya seluruh syariat Islam tidaklah membawa kecuali kebaikan. Tidak ada kebaikan kecuali telah Allah dan Rasul-Nya perintahkan, dan tidak ada kejelekan kecuali telah Allah dan Rasul-Nya peringatkan untuk dijauhi.
Salah satu syariat yang sangat mulia adalah Shalat berjamaah bagi laki-laki. Banyak dari kalangan muslimin yang menyianyiakan syariat yang mulia ini. Mudah-mudahan tulisan ini dapat menggugah kita semua agar bersemangat dalam shalat berjamaah.
Saudaraku…,Siapa yang memerintahkan kita shalat berjamaah?
Allah telah memerintahkan untuk shalat secara berjamaah sebagaimana firman-Nya
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku (Al-Baqarah: 43)
Syaikh Muhammad Nashir As-Sa’di ketika menafsirkan ayat diatas, beliau berkata
“Perkataan Allah yang artinya, “Ruku’lah bersama orang-orang yang ruku”, maksudnya adalah shalatlah bersama-sama orang yang shalat. Dalam ayat ini terkandung perintah untuk shalat berjama’ah dan perintah ini menunjukkan kewajibannya” (Taisir Karimirrahman fii Tafsiiril Kalamil Mannan)
Ditempat lain, Allah menjelaskan tata cara shalat berjamaah ketika dalam kondisi siaga dalam peperangan. Allah ta’ala berfirman
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُواْ فَلْيَكُونُواْ مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّواْ فَلْيُصَلُّواْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُم مَّيْلَةً وَاحِدَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن كَانَ بِكُمْ أَذًى مِّن مَّطَرٍ أَوْ كُنتُم مَّرْضَى أَن تَضَعُواْ أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُواْ حِذْرَكُمْ إِنَّ اللّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu” (An-Nisaa: 102)
Syaikh Muhammad Nashir As-Sa’di ketika menafsirkan ayat diatas, beliau berkata: “Ayat ini menunjukkan bahwasanya shalat berjamaah fardhu ‘ain, hal ini dapat dilihat dari 2 segi:
Pertama: 
Allah ta’ala memerintahkannya dalam keadaan yang berat (yakni waktu perang), dan waktu berat ini karena sedang menghadapi musuh dan berjaga-jaga dari kemungkinan penyerangan terhadap mereka. Jika Allah mewajibkan keadaan yang berat, maka kewajiban pada keadaan tenang dan aman adalah lebih wajib lagi.
Kedua: 
Bahwasanya orang yang shalat dalam shalat khouf meninggalkan banyak dari syarat-syarat dan kewajiban shalat dan diperbolehkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang membatalkan shalat jika shalatnya dalam keadaan aman. Oleh karenanya, hal ini menunjukkan penguatan akan wajibnya shalat berjamaah, oleh karena itu, tidak ada pertentangan antara wajib dan mustahabnya, jika seandainya tidak karena adanya kewajiban (sholat) jamaah ini, maka tidaklah ditinggalkan perkara-perkara wajib ini (gerakan-gerakan shalat kondisi normal) dikarenakan untuk menjaga shalat berjamaah ” (Taisir Karimirrahman fii Tafsiiril Kalamil Mannan)
Rasulullah saw sebagai manusia yang diutus untuk menjelaskan syariat-Nya, beliau bahkan mengancam akan membakar rumah-rumah kaum muslimin yang ketika diserukan adzan akan tetapi tidak memenuhi panggilan tersebut, Beliau bersabda
لقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام ثم آمر رجلاً فيؤم الناس ثم أنطلق معي برجال معهم حزم من حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة في الجماعة فأحرق بيوتهم عليهم بالنار
“Aku telah berniat untuk memerintahkan agar (didirikan) shalat, kemudian diiqomati. Lalu aku memerintahkan seseorang untuk mengimami shalat berjamaah. Kemudian aku pergi bersama sekelompok orang, mereka membawa kayu bakar menuju rumah orang-orang yang tidak melaksanakan shalat berjamaah, lalu aku akan bakar rumah beserta mereka dengan api itu” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mungkinkah Rasulullah mengancam akan membakar rumah orang yang tidak shalat berjamaah seandainya hukum shalat berjamaah hanya fardhu kifayah atau sunnah saja? Ancaman ini menunjukkan bahwa shalat berjamaah hukumnya adalah fardhu ‘ain.
Dari keterangan-keterangan di atas, tidak diragukan lagi bahwa shalat berjamaah ketika diserukan adzan adalah fardhu ‘ain bagi laki-laki, kecuali adanya udzur syar’i. Adapun muslimah yang lebih utama adalah shalat di rumah-bukan di masjid.
Pantaskah kita enggan memenuhi panggilan adzan sementara Allah dan Rasul-Nya telah mewajibkan kepada kita? Allah telah menciptakan kita, yang semula tidak ada menjadi ada, yang telah memberikan nikmat kesehatan kepada kita sementara banyak orang terbaring di rumah sakit, pantaskah kita untuk tidak bersukur kepada-Nya dengan mengabaikan perintah-perintah-Nya?
Seandainya ada orang yang memberikan uang kepada kita barang 1 juta, niscaya kita akan berterimakasih berkali-kali, mana rasa sukur kita terhadap nikmat Allah yang begitu banyak? Mana..? Seandainya kita shalat sendiri di rumah-rumah kita, itu belumlah dikatakan bersukur karena Allah meminta kita untuk shalat berjamaah di masjid.
Keutamaan Shalat Berjamaah
Keutamaan shalat berjamaah sangatlah banyak, banyaknya pahala yang dijanjikan diantaranya: Pahala dilipatgandakan 27 derajat, langkah kaki ketika menuju masjid menghapus dosa dan meningkatkan derajat, dan lain sebagainya
Adapun hikmah shalat berjamaah sangatlah banyak, meningkatkan rasa persatuan sesama muslim, persaudaraan, kepekaan sosial karena senantiasa bertemu dan lain sebagainya.
Ancaman Bagi Yang Tidak Shalat Berjamaah
Allah telah mengancam dengan ancaman yang sangat mengerikan, yakni orang yang tidak shalat berjamaah tidak akan dapat bersujud ketika kaum mukminin diperintahkan sujud di akhirat kelak. Allah berfirman
يَوْمَ يُكْشَفُ عَن سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ * خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ
“Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sehat” (Al-Qalam: 42-43)
Ka’abul Ahbar berkata, “Demi Allah, ayat ini tidaklah diturunkan kecuali kepada orang-orang yang meninggalkan shalat berjamaah. Adakah ancaman yang lebih dahsyat dari pada ancaman di atas bagi orang yang meninggalkan shalat berjamaah padahal ia mampu melaksanakannya?” (Al-Kabair)
Said bin Musayyib, imamnya para Tabi’in berkata tentang ayat ini, “Mereka mendengar ‘hayya ‘alas sholah hayya ‘alal falah’ namun mereka tidak mendatanginya padahal mereka sehat” (Al-Kabair)
Semoga Allah senantiasa meringankan langkah kita ke masjid ketika dipanggil dengan seruan “Hayya ‘alash shalah….”
Referensi 
[1]. Tafsir Al-Quran, Taisir Karimir Rahman fii Tafsiril Kalamil Mannan karya Syaikh As-Sa’di.
[2]. Al-Kabair karya Imam Adzahabi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar